Rabu, 30 Mei 2012

Curhatan Istri para Biker ...


Bro ada 2 email yang saya dapat di sebuah forum ..Jika mas bro seorang Kepala keluarga janganlah egois ..Mungkin hal ini bisa juga untuk bahan renungan untuk rekan-rekan, bahwa se-penting apapun jabatan anda dalam club, tidak ada prioritas yang lebih penting dari keluarga. Ingatlah bahwa istri dan anak2 anda juga butuh curahan rasa cinta, kasih sayang dan perhatian dari anda 


Istri pertama  : 


Salam kenal, 
Saya Ibu dari 2 orang anak dan Istri dari pengguna motor th***er. Saya bekerja di sebuah perusahaan swasta di daerah sudirman, sebagai receptionist. Sejak suami saya mempunyai motor dan mengikuti kegiatan komunitas, hampir tidak ada waktu lagi buat keluarga. Berhubung suami saya bekerja sebagai orang creative dan memerlukan atau sering harus pulang sampai larut malam, namun sekarang saya tidak bisa membedakan lagi antara pekerjaannya atau kegiatan organisasinya. karena hampir tiap malam ada saja urusannya. Saya telah membaca visi dan misi komunitas yang diikuti suami. Memang tidak ada yang salah dengan cita-cita dan tujuan organisasi, semua kembali ke pribadi masing-masing. Cuma sayangnya organisasi ini tidak pro keluarga. Saya tau, apa yang saya alami pasti juga dirasakan oleh yang lain, sayangnya saya tidak bisa akses langsung ke mereka dan yang lain pun tidak/ enggan akses ke milis ini. Saya juga bukan orang bodoh dengan tidak berbicara dengan yang bersangkutan yaitu suami saya sendiri. Tapi dorongan kumpul organisasinya begitu kuat sehingga saya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Saya setelah lelah bekerja, mengurus anak2 sendirian, yang kebetulan masih balita, karena pembantu saya tidak mungkin bekerja sehari penuh. Karena saya orangtua jadi semua beban saya pikul sendiri. Suami saya paling cepat pulang pukul 1 malam. Setiap weekend juga pasti keluar entah menghadiri undangan organisasi atau apa saja yang penting tidak ada di rumah. Sebetulnya percuma juga bila suami saya ada di rumah. Karena dia tidak kelihatan bahagia dan its like his body is here but his mind is somewhere else. Sejauh ini saya tidak menemukan bukti perselingkuhan karena memang saya tidak tahu apa saja yang dikerjakan bila berkumpul/kopdar tiap malam. Saya pernah mengikuti kopdar di kalibata dan menteng. Emang tipycal, basically cowok-cowok ngumpul, tidak ada suatu hal yang penting. Saya mohon sekali dengan pengurus untuk bisa mengatur jadwal atau mengisi dengan kegiatan yang bermanfaat. Bila di Jakarta, kopdar dengan komunitas wilayah terdekat bisa dilakukan tiap bulan hari minggu misalnya. Atau tiap 2 minggu sekali diadakan baksos di wilayah jabotabek karena orang yang butuh bantuan di daerah terdekatpun masih ada. Adakan kontes modifikasi tiap bulan. Semua terjadwal dan rapih, keluarga juga bisa ikutan. Satu hal lagi, apabila ada kegiatan turing ke luar kota, apa ada asuransi yang mengcover apabila ada kecelakaan atau meninggal. Saya yakin istri/ortu manapun pastinya tidak rela 100% suami/ anaknya pergi turing, pasti ada rasa cemas dan waswas. Janganlah sampai akibat turing, ada kecelakaan misalnya, ekonomi keluarga yang pas-pasan dibebani lagi dengan biaya rumah sakit akibat turing. Jadi organisasi ini tidak tanggung2, professional, pro keluarga dan pekerjaan dan diurus dengan benar. Bayangkan berapa pasang keluarga yang nasibnya seperti saya. Kehidupan rumah tangga saya, nasib 2 anak saya berada di ujung tanduk. Ini usaha terakhir saya untuk menyelamatkannya. 
Terima kasih, 
Wati Tanah Abang


Istri ke 2  ..


Belum lama ini, suami saya mendapatkan amanah dari kantor sebuah
kendaraan roda dua, hal itu menjadikan jiwa saya bertambah besar, karena
tidak pernah termimpikan kalau kantor tempat suami saya bekerja
mempercayai suami saya dengan mengamanahkan sepeda motor, yang sudah
bertahun-tahun saya-pun tidak berani untuk mengkredit atau membeli
secara kontan.
Atas dasar apa kok suami saya dapat inventaris sepeda motor itu,
saya-pun tak tau. Atas criteria apa kok suami saya dapat diberi
kelonggaran untuk ikut berperan serta merawat barang kantor yang berupa
sepeda motor, itupun saya tidak tau.
Tiga hari kemudian, ketika sedang diatas tempat tidur, suami saya
bercerita, bahwa tadi pagi dia telah resmi menjadi anggota kelompok
komunitas pengendara sepeda motor, yang anggotanya semua rekan sekantor,
dan semua menggunakan sepeda motor.
Dia, dengan berapi-api, menceritakan semua hal ihwal persepedamotoran,
mulai dari AD/ART, iuran bulanan, macam-macam kegiatan, atribut dan
jaket sampai dengan touring.
Jiwaku tersontak ketika malam itu juga suami meminta izin untuk pergi
melanglang buana (touring) ke beberapa tempat di seputaran
Jabodetabekten dengan komunitasnya. Dia (suami saya) adalah seorang
pegawai rendahan, akan tetapi (paling tidak menurut saya) memiliki jiwa
solidaritas yang cukup kuat, dia tidak suka merepotkan teman, bahkan
lebih banyak berkorban demi teman dengan selalu mengalahkan keluarganya.
Aku sangat menghargai idialisme itu, akan tetapi, mengingat dia adalah
pegawai rendah yang kadang kala harus memeras otak dalam menyelesaikan
permasalah keuangan keluarga tiap bulan, dan tiba-tiba dia mohon izin
untuk touring yang tentunya akan bersinggungan dengan masalah keuangan,
apalagi menurut feeling saya akan sulit dilarang karena hal itu dia
lakukan demi rasa solidaritas yang tinggi.
Dalam hitungan menit, dia menunggu jawaban dari saya.
Saya tarik nafas panjang, sangking tidak terasanya, tarikan nafas saya
sudah mencapai dua puluh lima menit. Saya tidak dapat menjawab, hati
saya kelu, bingung, gundah dan deg-deg kan, seakan tulang berpisah
dengan daging, apa yang harus saya lakukan. Saya yakin seyakin-yakinnya,
bahwa acara touring akan memakan biaya, waktu dan tenaga, terus siapa
yang bertanggung jawab atas keselamatan jiwanya ?
Aku terbangun jam 4 pagi, seperti hari-hari biasa, setiap pagi aku
siapin makan buat sarapan anak dan suami. Ketika suami bangun, langsung
masuk kamar mandi, tanpa sarapan dan pamit, dia langsung berangkat ke
kantor, tanpa pamit